Jumat, 05 Agustus 2011

Pilihanku (My Choice)

Waktu hidup hanya seperti sebuah lorong panjang, dengan dinding yang polos, tanpa hiasan, tanpa warna, aku merasa bahwa aku telah salah jalan. Timbul pikiran untuk kembali dan memilih pintu yang lain. Tapi, sebenarnya jalan mana yang benar?

Ini bermula dari 2 tahun yang lalu, dimana ada banyak pintu yang tersedia bagiku. Di saat aku memikirkan pintu mana yang harus kupilih, tak ada satupun yang benar-benar menarik perhatianku. Yang menarik perhatianku sudah terkunci lama sebelum itu dan aku takut itu tidak akan terbuka untuk selamanya bagiku.

Akhirnya kupilih satu pintu. Pintu yang menjanjikan kenikmatan dan kemudahan dalam segala sesuatunya. Pintu dengan lorong panjang, dengan dinding yang polos, tanpa hiasan, tanpa warna, yang sedang kujalani saat ini.

Banyak orang yang memilih pintu ini. Tapi, mereka bisa melihat dinding yang berbeda dengan dinding yang kulihat, mereka melihat jalan yang berbeda dengan jalan yang kulihat. Mereka melihat masa depan di akhir jalan mereka, sementara aku hanya melihat kekosongan di depan.

Tapi, sekali lagi, jalan mana yang benar?

Manusia selalu mengharapkan yang terbaik - menurutnya - terjadi dalam hidupnya. "Kalau bisa, hidup ini jangan ada yang sulit-sulit atau berat-berat deh." atau "Hidup itu flow aja, diambil santai aja, nanti kalau stress khan repot sendiri." adalah komentar mereka.

Di saat hal yang tidak terbaik terjadi pada dalam hidup mereka, mereka merasa biasa saja, tidak ada rasa syukur yang langsung terbersit dalam hati atau pikiran mereka. "Wah, kenapa aku dapat nilai 8 sih, padahal semua anak kelasku dapat nilai 9" atau "Yah, pagi makan ayam, siang ayam, malam juga ayam. Bosen ah". Mereka ini gak punya rasa syukur kalo mereka sudah jauh lebih makmur daripada manusia2 yang need hope yang tidur di depan pintu ruko atau di bawah jembatan.

Di kala hal yang buruk terjadi dalam hidup mereka, pertanyaan klasikal ini pun muncul: "Mengapa hal ini terjadi kepadaku?"

Aku pernah memiliki pikiran: "mungkin gak ya, kalo ternyata bumi ini adalah game RPG, sebuah dunia semu dimana aku adalah tokoh utamanya dan hal2 lain di dunia ini hanyalah NPC yang Tuhan sediakan untuk mengetesku. Berarti, kalau aku bisa menamatkan 'game' ini, aku bisa masuk ke dunia yang sebenarnya itu dong."

Teori ini belum dibuktikan benar salahnya sih (soalnya hanya Tuhan saja yg tahu), tapi saya yakin kalo ini dinovelkan atau di-film-kan, hasilnya bakal keren.

Kembali ke topik, jika demikian halnya, wajar aja dong kalo kita mengalami sesuatu yg buruk, khan emang karakter di game juga ada yg mengalami hal2 yg buruk di sepanjang jalan cerita game itu.

Jalan ini mungkin memang panjang dan, sepertinya, tidak jelas ujungnya (jurang-kah? atau malah Kerajaan Surga yang menantiku?). Apapun itu, ini adalah konsekuensi dari pilihanku yang sudah memilih pintu ini.

So, I will keep on walking, sekalipun jalan ini gak jelas ujungnya.. ^_^

Dindingnya mungkin memang polos, tanpa hiasan, dan tanpa warna. Kalo aku mau dindingnya berwarna, aku tinggal kasih warna aja pake cat. ^_^

"My life is like a blank drawing paper. My experiences, my choices, and God's Grace give colors to it, so that it will become either a nice drawing or an ugly drawing in the end. It depends on God first and then me. What others affect? Nothing, unless I want them to."

Hidupku ini layaknya kertas gambar polos. Pengalaman dan pilihanku serta kasih karunia Tuhan-lah yang memberi warna dalam hidupku, sehingga hidupku akan menjadi sebuah gambar yang baik atau buruk. Semuanya bergantung pada Tuhan dulu dan kemudian aku. Apa pengaruh orang lain? Tidak ada, kecuali kalau aku mau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar